Senin, 03 Februari 2014

Menjadi Manusia Beneran, Yuk!


Siapa bilang menjadi orang terkenal itu enak dan nyaman? Lihatlah apa yang ada di layar kaca, di acara infotainment. Seorang wanita cantik dikelilingi enam orang yang wajahnya berbeda 180◦. Mukanya terlihat garang, body-nya kekar, tangannya kadang terkepal. Mereka itulah para bodyguard. Dua di kanan, dua di kiri, satu di depan, dan satu di belakang.Wajah para bodyguard jauh dari senyum, terlihat tidak ramah, seakan-akan siap menyergap siapa pun yang berani mendekat ke artis tersebut.
                Wanita cantik itu akhir-akhir ini memang menjadi pusat pembicaraan media. Gerak langkahnya selalu menjadi incaran para wartawan. Ke mana pun ia melangkah, ke salon, ke pusat perbelanjaan, atau sekadar makan, kecuali ke restroom tentunya, selalu saja diikuti. Nah, inilah satu bukti bahwa menjadi orang terkenal tidak selamanya menyenangkan.
                Coba kita lihat Mang Iyus. Lelaki biasa yang tinggal di Jakarta Timur. Hampir tiap hari dia bepergian ke luar rumah dengan santai, rileks, tanpa perlu pengawalan. Hidupnya benar-benar menyenangkan. Dia bisa pergi ke mall, pasar, atau ke kantornya dengan berjalan lenggang.
                Dua dunia berbeda tentu saja. Satu manusia biasa, satu lagi mungkin manusia luar biasa. Biaya yang dikeluarkan dua manusia ini tentu saja sangat berbeda. Semua itu adalah pilihan.
                Menjadi orang terkenal pun sebenarnya bisa tampil biasa-biasa saja. Kalau si wanita cantik itu merasa harus tampil dengan cantik, menor, atau di kawal bodyguard, ya silakan saja. Toh itu adalah pilihan yang dia ambil. Begitu pula dengan Mang Iyus, yang memilih tampil apa adanya.
                Bagaimana sebenarnya kita harus berlaku dalam keseharian? Mari kita simak pengalaman Gede Prama. Motivator kondang asal Bali itu menuturkan kisahnya ketika bertemu dengan Mar’ie Muhammad, mantan Menteri Keuangan, dalam pesawat dan kebetulan duduk bersebelahan.
                Gede Prama berkisah. Ketika ditanya ”Bagaimana Pak Mar’ie bisa bertahan lama dalam lingkungan Orde Baru?”, tokoh yang senantiasa bersemangat ini menjawab, ”Lingkungan memang menentukan, tetapi kitalah yang paling menentukan dalam hjidup kita sendiri!”. Ada angin kekaguman yang berdesir di sini ketika mendengar jawaban seperti itu. Lebih-lebih ketika berjalan meninggalkan pesawat, Pak Mar’ie membawakan tas seorang ibu yang tengah menjinjing dua tas dan membawa seorang anak. Demikian seperti yang dututurkan Gede Prama.
                Apa yang dilakukan seorang Mar’ie Muhammad menunjukkan bahwa walaupun seorang tokoh, ia juga seorang manusia biasa yang senantiasa dapat memberikan pertolongan kepada sesamanya baik ketika dibutuhkan maupun tidak. Ada sisi kemanusiaan yang hadir di sana. Hal ini menujukkan bahwa manusia mempunyai hubungan secara horizontal terhadap sesamanya yang tak bisa hilang sama sekali. Bahwa sejatinya seorang manusia akan selalu berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
                Penerimaan seorang manusia adalah ketika ia mampu menempatkan diri di mana pun berada. Apabila manusia dibawa ke sifat dasarnya dan menanggalkan atribut yang disandangny, sejatinya ia akan selalu berusha untuk berbuat baik, menolong sesama, berinteraksi dengan lingkungan sekitar, berkomunikasi dengan keluarga, teman, dan handai tolannya tanpa batas sebab pada dasarnya orang ingin menjadi dirinya sendiri.
                Setiap manusia baru dapat dikatakan memanusiakan dirinya sendiri bila ia dapat tampil pada saat dan waktu yang tepat. Tampil pas akan menempatkannya pada situasi yang lebih menguntungkan bagi dirinya. Semua orang pun tahu kalau ia seorang pejabat, artis, tokoh, atau bahkan orang ngetop sekalipun. Bahkan seandainya pun orang lain tak mengenalinya ketika ia berjalan-jalandi pasar misalnya, mestinya ia malah bersyukur karena dapat melakukan aktivitasnya dengan bebas.
                Setiap manusia baru dapat dikatakan memanusiakan dirinya bila ia memberi dan memerima apa adanya. Seorang manusia hanya menjalankan satu peran sosial ketika  berada dalam satu komunitas tertentu. Ketika seorang artis beraksi di panggung, ia hanya memainkan satu peran sosial sebagai artis. Seorang atasan tetap menjadi atasan ketika berada dikantor, tetapi ketika berada di luar kantor, menjadi seorang ayah atau ibu dari anak-anaknya, menjadi sahabat dari teman-teman lainnya, dll.
                Profesi tertentu adalah bagian dari peran-peran sosial yang ada. Profesi merupakan satu dimensi sisi kemanusiaan dari dimensi manusia lain yang lebih luas. Mencapai suatu profesi merupakan keberhasilan. Pencapaian itu tetap harus dihargai karena untuk mencapainya terkadang tidaklah mudah dan butuh pengorbanan. Tetapi, yang harus segera dipahami, dimensi manusia lebih luas daripada sekadar peran-peran tersebut, dan janganlah kita berhenti hanya pada satu peran.
                Dalam kehidupan sehari-hari manusia sesungguhnya mempunyai dan memainkan multiperan, yang tak hanya dapat dibingkai pada satu peran,. Apabila Anda berpuas diri pada satu peran saja, yang ada hanyalah stempel sesaat. Kadang manusia lupa bahwa stempel tersebut hanya berlaku pada sikon tertentu, tak selamanya. Sayang sekali jika itu terjadi. Padahal seperti kata sang penyair, Khalil Gibran, ”Kehidupan sehari-hari kita adalah tempat ibadah kita yang sebenarnya”.


0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar