Jumat, 14 Februari 2014

Memaknai Hari Ulang Tahun


            Apa yang akan Anda lakukan jika tiba-tiba dokter memvonis hidup Anda tak akan lama lagi? Biarpun si dokter bukan Tuhan yang bisa menentukan kapan hidup kita akan berakhir, kita tetap saja gemetar. Lutut mungkin langsung terasa copot. Hati menjadi ciut. Pikiran pun mengkeret. Dan, tak akan ada lagi boro-boro tahun depan, bulan depan pun mungkin sudah tak ada.


                Mungkin boleh juga kita kupas cerita tentang Burt Simpson, seorang polisi asal Seattle, Amerika Serikat. Menurut dokter, setelah memeriksa hasil laboratorium yang rutin dilakukan Simpson, hidupnya diramal tak lebih dari dua minggu lagi. Simpson tentu saja terkejut. Awalnya, dalam tugas sehari-hari, Simpson sangat takut tertembak penjahat. Tetapi, setelah mendengar  vonisnya, Simpson berubah menjadi berani,  bahkan boleh dibilang nekat. Simpson malah mencari-cari risiko berhadapan dengan maut. Dalam otaknya, dia akan mati kapan saja, buat apa harus hati-hati. Kalaupun ia mati dalam tugas, keluarganya akan dijamin dengan tunjangan oleh negara. Namun, kalau ia mati secara alami, negara tak bisa memberikan apa-apa selain lencana. Begitu pikirannya. Eh, ternyata semua itu palsu. Vonis dokter yang mengatakan penyakit anehnya akan membuat dia mati tak berbuah hasil. Peluru pun tak mau mampir ke tubuhnya. Dua minggu telah lewat, bukan hanya segar bugar, Simpson pun memiliki ”koleksi” para penjahat untuk dikirim ke hotel prodeo.


                Apa yang dialami Simpson memang hanya ada di film ”Short Time”. Film komedi keluaran tahun 1990 ini menampilkan aktor kawakan Dabney Coleman sebagai Detektif Burt Simpson. Kita memang tidak perlu bersikap dan bertindak seperti Simpson, nekat dan selalu siap menantang maut. Pelajaran sederhana yang dapat diambil dari film tersebut adalah kita bisa jadi akan selalu berbuat baik bila selalu ingat akan mati.


                Kita memang baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaan bangsa ini. Tradisi memperingati hari ulang tahun memang berlaku untuk siapa saja, tidak hanya bagi setiap individu, tetapi juga bagi negara. Ulang tahun adalah contoh bagaimana memperingati hari bersejarah dalam hidup kita. Oleh karena itu, setiap tahun pun biasanya kita selalu merayakannya. Mungkin secara sederhana dengan mengajak makan bersamakeluarga atau kolega, atau yang lebih wah, mengajak para teman dan handai tolan untuk berpesa semalam suntuk.


                Pertanyaannya, makna apa yang sesungguhnya dapat diambil dalam setiap ulang tahun yang kita peringati? Yang pasti, dengan bertambahnya angka, secara denominasi usia justru makin berkurang. Dengan usia yang makin berkurang artinya kita malah makin mendekat pada kematian itu sendiri.


                Dalam sebuah acara seminar, salah seorang politisi Partai Golkar, Yusuf Sukardi, menjelaskan lima arti penting dalam memperingati hal yang bersejarah dalam kehidupan kita. Pertama, peringatan harus merupakan cermin atau neraca perjalanan kehidupan. Artinya, dengan peringatan itu kita dapat mengambil hikmah atas segala hal yang kita perbuat di masa lalu. Kedua, sebagai pembangkit motivasi. Suatu peringatan harus dapat memotivasi agar berbuat lebih baik dan lebih baik lagi, serta tidak terjebak dalam kesulitan yang terjadi di masa lampau. Ketiga, sebagai alat untuk melakukan introspeksi diri. Keempat, peringatan harus menjadi titik awal penyusunan rencana selanjutnya yang lebih baik. Dan, terakhir, yang paling penting, untuk memaknai kehidupan hari esok yang lebih baik.


                Betul, seandainya dapat memaknai hidup ini dengan lebih baik, kita tentu akan merasa bahwa waktu yang diberikan kepada kita pendek. Kita tentu akan berusaha untuk selalu berbuat baik.


                Itulah yang dialami Gitta Sessa Wanda Cantika. Walau harus mati di usia muda, Gitta tahu bagaimana mamaknai hidup dengan penuh arti. Gitta Sessa Wanda Cantika adalah mantan artis cilik di tahun 1999. Ia dinyatakan terkena penyakit kanker ganas yang hanya butuh waktu lima hari untuk berkembang. Gitta pun pasrah melewati hidupnya dengan kanker ganas yang mengenai wajahnya hingga akhirnya menyentuh paru-paru.


                Tapi, dia tetap tegar dan tidak mengeluh sedikitpun. Hebatnya dari gadis ini, ia tetap ingin menuntut ilmu walau keadaannya seperti itu. Ejekan dari orang yang melihat tidak dihiraukannya. Saat ujian kenaikan kelas tangannya tak mampu lagi bergerak hingga hidungnya mengeluarkan darah mimisan. Tapi, Gitta tetap bertahan hingga ujian berakhir, dan dinyatakan lulus naik kelas. Tekadnya yang membaja terdengar ke Presiden Megawati hingga akhirnya beliau memberikan penghargaan khusus kepadanya sebagai siswa teladan.


                Umur Gitta mungkin terasa singkat baginya. Tapi, sesungguhnya ia menjalaninya dengan penuh makna. Kualitas hidup seseorang memang tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, yang lebih penting justru bagaimana kita mengisi hari demi hari dalam kehidupan itu sendiri dengan penuh arti. That’s right, Brother.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar