Apa yang akan Anda
lakukan jika tiba-tiba dokter memvonis hidup Anda tak akan lama lagi? Biarpun
si dokter bukan Tuhan yang bisa menentukan kapan hidup kita akan berakhir, kita
tetap saja gemetar. Lutut mungkin langsung terasa copot. Hati menjadi ciut.
Pikiran pun mengkeret. Dan, tak akan ada lagi boro-boro tahun depan, bulan
depan pun mungkin sudah tak ada.
Mungkin
boleh juga kita kupas cerita tentang Burt Simpson, seorang polisi asal Seattle,
Amerika Serikat. Menurut dokter, setelah memeriksa hasil laboratorium yang
rutin dilakukan Simpson, hidupnya diramal tak lebih dari dua minggu lagi.
Simpson tentu saja terkejut. Awalnya, dalam tugas sehari-hari, Simpson sangat
takut tertembak penjahat. Tetapi, setelah mendengar vonisnya, Simpson berubah menjadi
berani, bahkan boleh dibilang nekat.
Simpson malah mencari-cari risiko berhadapan dengan maut. Dalam otaknya, dia
akan mati kapan saja, buat apa harus hati-hati. Kalaupun ia mati dalam tugas,
keluarganya akan dijamin dengan tunjangan oleh negara. Namun, kalau ia
mati secara alami, negara tak bisa memberikan apa-apa selain lencana. Begitu
pikirannya. Eh, ternyata semua itu palsu. Vonis dokter yang mengatakan penyakit
anehnya akan membuat dia mati tak berbuah hasil. Peluru pun tak mau mampir ke
tubuhnya. Dua minggu telah lewat, bukan hanya segar bugar, Simpson pun memiliki
”koleksi” para penjahat untuk dikirim ke hotel prodeo.
Apa
yang dialami Simpson memang hanya ada di film ”Short Time”. Film komedi
keluaran tahun 1990 ini menampilkan aktor kawakan Dabney Coleman sebagai
Detektif Burt Simpson. Kita memang tidak perlu bersikap dan
bertindak seperti Simpson, nekat dan selalu siap menantang maut. Pelajaran
sederhana yang dapat diambil dari film tersebut adalah kita bisa jadi akan
selalu berbuat baik bila selalu ingat akan mati.
Kita
memang baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaan bangsa ini. Tradisi
memperingati hari ulang tahun memang berlaku untuk siapa saja, tidak hanya bagi
setiap individu, tetapi juga bagi negara. Ulang tahun adalah contoh bagaimana
memperingati hari bersejarah dalam hidup kita. Oleh karena itu, setiap tahun
pun biasanya kita selalu merayakannya. Mungkin secara sederhana dengan mengajak
makan bersamakeluarga atau kolega, atau yang lebih wah, mengajak para teman dan
handai tolan untuk berpesa semalam suntuk.
Pertanyaannya,
makna apa yang sesungguhnya dapat diambil dalam setiap ulang tahun yang kita
peringati? Yang pasti, dengan bertambahnya angka, secara denominasi usia justru
makin berkurang. Dengan usia yang makin berkurang artinya kita malah makin
mendekat pada kematian itu sendiri.
Dalam
sebuah acara seminar, salah seorang politisi Partai Golkar, Yusuf Sukardi,
menjelaskan lima arti penting dalam memperingati hal yang bersejarah dalam
kehidupan kita. Pertama, peringatan harus merupakan cermin atau neraca
perjalanan kehidupan. Artinya, dengan peringatan itu kita dapat mengambil
hikmah atas segala hal yang kita perbuat di masa lalu. Kedua, sebagai
pembangkit motivasi. Suatu peringatan harus dapat memotivasi agar berbuat lebih
baik dan lebih baik lagi, serta tidak terjebak dalam kesulitan yang terjadi di
masa lampau. Ketiga, sebagai alat untuk melakukan introspeksi diri. Keempat,
peringatan harus menjadi titik awal penyusunan rencana selanjutnya yang lebih
baik. Dan, terakhir, yang paling penting, untuk memaknai kehidupan hari esok
yang lebih baik.
Betul,
seandainya dapat memaknai hidup ini dengan lebih baik, kita tentu akan merasa
bahwa waktu yang diberikan kepada kita pendek. Kita tentu akan berusaha untuk
selalu berbuat baik.
Itulah
yang dialami Gitta Sessa Wanda Cantika. Walau harus mati di usia muda, Gitta
tahu bagaimana mamaknai hidup dengan penuh arti. Gitta Sessa Wanda Cantika
adalah mantan artis cilik di tahun 1999. Ia dinyatakan terkena penyakit kanker
ganas yang hanya butuh waktu lima hari untuk berkembang. Gitta pun pasrah
melewati hidupnya dengan kanker ganas yang mengenai wajahnya hingga akhirnya
menyentuh paru-paru.
Tapi, dia
tetap tegar dan tidak mengeluh sedikitpun. Hebatnya dari gadis ini, ia tetap
ingin menuntut ilmu walau keadaannya seperti itu. Ejekan dari orang yang
melihat tidak dihiraukannya. Saat ujian kenaikan kelas tangannya tak mampu lagi
bergerak hingga hidungnya mengeluarkan darah mimisan. Tapi, Gitta tetap
bertahan hingga ujian berakhir, dan dinyatakan lulus naik kelas. Tekadnya yang
membaja terdengar ke Presiden Megawati hingga akhirnya beliau memberikan
penghargaan khusus kepadanya sebagai siswa teladan.
Umur
Gitta mungkin terasa singkat baginya. Tapi, sesungguhnya ia menjalaninya dengan
penuh makna. Kualitas hidup seseorang memang tidak ditentukan oleh berapa lama
kita hidup, yang lebih penting justru bagaimana kita mengisi hari demi hari
dalam kehidupan itu sendiri dengan penuh arti. That’s right, Brother.
0 komentar:
Posting Komentar